Senin, 29 September 2014

Bukan orang biasa

Tulisan ini dimuat di majalah SEKAR



Sore itu aku duduk di kursi halte menunggu bis transyogya yang akan mengantarku kembali pulang ke daerah Kalasan. Lelah dan penat setelah dari pagi aku ikut pelatihan tentang onlineshop. Biasanya aku diam saja sembari menunggu datangnya bis. Tapi entah kenapa sore itu aku sedang punya banyak mood untuk mengobrol dengan orang yang duduk disampingku.

Di halte pertama, orang yang duduk di sebelahku adalah mahasiswi di almamaterku UGM. Dia baru setahun kuliah di Yogya, mahasiswi angkatan 2011, asalnya dari Medan. Dan ternyata, dia adalah juniorku di FE UGM. Bedanya di mengambil jurusan Ilmu Ekonomi sedangkan aku memilih Akuntansi. Senang rasanya hatiku ketemu dengan adik kelas, namun juga merasa bahwa aku sudah tua sekali hahaha. Dia hendak naik bis menuju Bandara, hendak menjemput saudaranya yang datang berkunjung. Aku pun banyak bertanya tentang kampus, dosen juga topik-topik mengenai fakultas kami. Lalu aku iseng bertanya kenapa dia memilih kuliah di UGM bukankah di Medan juga ada universitas negeri. Langsung dijawabnya dengan semangat, “Yaaah, tentu saja aku mau kuliah di tempat yang terbaik”. Dalam hati aku mengagumi semangat mahasiswi cemerlang ini. Tidak takut jauh dari rumah dan keluarga untuk mencapai pendidikan yang baik. Bis pun datang, obrolan kami terhenti. Kami mendapat tempat duduk yang agak berjauhan. Namun kami akan turun di halte yang sama. 

Di dalam bis penuh sesak, karena saatnya banyak orang yang pulang kerja maupun mahasiswa pulang kuliah. Di bagian belakang terdapat beberapa pemuda dan pemudi yang ramai sekali sedang mengobrol. Namun aku sama sekali tidak dapat menangkap artinya. Mereka memakai bahasa daerah yang tidak aku kenali. Kalau aku perhatikan dari wajah mereka secara fisik aku menebak asalnya dari Sumatra atau Kalimantan. Namun masih tanda tanya bagiku. Mereka bercakap-cakap terus dengan riuhnya. Sampai kemudian di halte daerah ringroad Utara mereka turun, kira-kira ada 8 orang. Suasana bis langsung sepi kembali.

Aku lalu bertanya kepada orang yang duduk di sampingku, seorang pemudi. “Mba, tahu nggak mereka tadi dari mana?”. Ternyata dia menjawab ramah, “Iya mba tahu, mereka dari Nias, aku punya banyak teman yang berasal dari sana juga.” Lalu aku pun melanjutkan perbincangan kami. Dia yang kukira seorang mahasiswi ternyata sudah sarjana dan bekerja di NGO atau LSM. Dia bersemangat sekali menceritakan tugasnya ke desa-desa di Yogya untuk memberikan bantuan dan pelatihan. Wah, aku juga mengagumi orang hebat kedua yang kuajak ngobrol sore ini. Bis kami berhenti di halte sebelum Bandara ternyata dia turun. Kami pun berpamitan.
Bis besar berwarna hijau kuning kemudian melanjutkan jalannya menuju bandara. Setelah berhenti di halte, mahasiswi dari Medan tadi berpamitan kepadaku. Aku pun duduk kembali di halte untuk menunggu bis dengan jurusan Kalasan. 

Duduk di sebelah kiri, sepasang suami istri paruh baya, sedang mengawasi dua anaknya laki-laki yang tampaknya masih balita. Aku pun mulai membuka percakapan dengan sang Ibu.Tak dinyana ternyata cerita sang Ibu kepadaku sungguh fantastis. Bayangkan , bahwa ternyata dia melahirkan anaknya yang bungsu itu di dalam bis kota. Wow, aku sampai terpelongo. Jadi selama dia mengandung 9 bulan, oleh dokter sudah didiagnosis bahwa di perutnya tidak terdeteksi ada janin. Dan saat sedang dalam perjalanan di bis yang akan membawanya pulang kampung, barulah dirasakannya sakit perut melilit. Si ibu ternyata mengalami proses bukaan lahiran, dan kepala bayi sudah kelihatan menongol. Sopir bis kemudian menurunkan penumpang yang lain dan membawa si Ibu ke terminal terdekat sembari memberinya uang satu juta. Konon itu hadiah dari pemilik armada yang menganggap bisnya telah mendapat berkah. Dari terminal , Si Ibu pun naik colt diesel yang secepatnya membawa ke bidan terdekat. Padahal kondisi Ibu dan bayi sudah kritis. Namun Syukurlah semua berakhir baik dan selamat. Aku pun sungguh mengagumi Ibu hebat di hadapanku.Bis jurusan Kalasan pun tiba, aku berpamitan kepada suami istri itu.

Dalam perjalanan pulang ke rumah, aku kembali mencerna kembali semua percakapan ringan yang kulakukan sepanjang sore ini. Orang-orang yang tidak kita kenal sebelumnya, yang berada di sekitar kita, bila kita meluangkan sedikit waktu untuk membuak percakapan ternyata memberkan obrolan yang menarik. Tiga wanita hebat yang mewakili tiap generasinya, mempunyai kisah yang sangat menginspirasi. Dan bagiku mereka bukan orang biasa.

4 komentar:

Farichatuljannah mengatakan...

nice post :D

Ika Koentjoro mengatakan...

Kenikmatan naik moda umum tuh banyak pelajaran yang bisa diambil dari cerita orang yang sama2 naik angkutan umum, Aku juga suka ngajak ngobrol orang-orang yang duduk 1 bangku.

Niken Nuswantari mengatakan...

trima kasihhh :) peluk mak icha

Niken Nuswantari mengatakan...

iya mak ika hehe, malah banyak cerita tak terduga dari mereka

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkenan memberi komentar

 

Template by Web Hosting Reviews