Sering kali aku bertanya dalam hati. Apakah aku sudah menjadi bunda yang baik untuk anakku. Hal ini bukan karena semata-mata aku adalah seorang bunda baru dengan seorang putra yang kini berusia 4 tahun. Tapi karena aku merasa emosiku belum benar-benar stabil sebagai seorang bunda yang baik.
Selama 4 tahun ini
dalam mengasuh balitaku, banyak suka duka yang aku alami. Dan hal sedih yang
kerap terjadi adalah ketika aku memarahi si kecil. Saat sedang emosi, aku bisa
melakukan hal kasar pada anakku. Dan selalu berakhir dengan rasa menyesal. Tapi
tak urung ketika si kecil kembali membuat aku kesal, perlakuan kasar pun
terulang lagi. Aku ingat suatu waktu ketika aku membentak si kecil supaya
jangan menangis lagi, dan aku berkata sesuatu secara sembarangan. Lalu si kecil
pun sambil terisak menjawab dengan terpatah-patah, “ aku mau digendong sama
bunda, aku memang bukan apa-apa”. Rasanya saat itu akulah ibu terburuk sedunia
dan aku merasa sungguh perlu untuk bertemu seorang psikiater karena aku telah
menjadi seorang ibu yang tidak waras lagi.
Aku memang mempunyai
kenangan yang tidak menyenangkan ketika pertama kali menjadi seorang bunda. Aku
mengalami baby blues parah. Aku tinggal serumah dengan orang tuaku saat itu,
dan aku merasa mereka tidak banyak mensupport aku. Ibuku hanya sedikit
mengajari aku soal merawat bayi, dan apa yang kulakukan selanjutnya jarang
sekali dipuji, padahal itulah yang aku butuhkan untuk bersemangat menjadi
seorang bunda. Sehingga sampai saat ini setiap mendengar si kecil menangis, emosiku
langsung mudah naik.
Saat mengatasi
tangisan si kecil yang kadang disertai teriakan-teriakannya, aku sering
kewalahan. Aku merasa para tetangga yang mendengar teriakan anakku akan mencap
aku sebagai seorang bunda yang gagal. Aku sendiri jarang mendengar tangisan
dari anak tetangga yang seumuran dengan anakku. Aku merasa mereka berhasil
menjadi seorang ibu yang sabar kepada anaknya, berbeda denganku.
Tetapi, aku terus
berusaha untuk menjadi bunda yang baik, yang memahami anak sepenuhnya. Kini aku
bisa lebih bersabar ketika si kecil sedang rewel. Aku catat apa saja cara-cara
yang berhasil untuk meluluhkan kerewelan si kecil, dan aku tempel di lemari
baju. Aku pun meminta suami untuk ikut membacanya dan menerapkannya berdua. Aku
kadang bertanya pada suami apakah aku sudah menjadi bunda yang baik, suamiku
tersenyum dan berkata “Iya, bunda sekarang sudah menjadi lebih sabar “. Aku
senang mendengarnya.
Informasi mengenai
parenting aku baca dengan seksama. Juga aku mempunyai buku tentang kisah-kisah
para ibu baru. Sungguh menyentuh dan ada yang mirip dengan yang aku alami. Aku
semakin bersemangat untuk terus belajar. Memang aku tak akan mungkin menjadi
bunda yang terbaik, tapi dengan berusaha pastilah bisa menadi lebih baik.
Hal penting yang aku
pelajari dalam proses ini, yakni kita harus bisa membuat diri sendiri bahagia
terlebih dahulu. Dengan pikiran yang tenang dan positif, maka aku yakin bahwa
anak juga akan merasa aman, tenang dan senang. Tidak perlu juga merasa khawatir
dan cemas atkan tanggapan atau penilaian orang lain, kalau kita memang belum
mampu ya tidak apa-apa, diakui saja,dan kita terus belajar. Bunda yang bahagia
menghasilkan anak yang juga bahagia.
4 komentar:
Setuju mak, kalau bunda bahagia anak juga bahagia hehe
yup, hihi happy mom make happy family mak
Semangat terus, Mak :D
http://thehappymimi.blogspot.com/
trimkasih mak mimi :) *hugs
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkenan memberi komentar